Adakah cinta yang bisa diabaikan? Pada dasarnya, cinta
adalah hal yang baik. Yang salah adalah ketika para pecinta ini menempatkan
perasaannya di kondisi dan waktu yang salah, dan menerjemahkannya dalam bentuk
yang salah.
Bukan yang Allah ridhai.
Yang keluar dari fitrah manusia.
Bagaimanakah maksudnya mereka yang mencinta tanpa ridha
Allah? Tentunya mereka yang kemudian melegalkan perzinahan, dalam segala
bentuknya. Dari bentuk zina hati, hingga zina persetubuhan. Mereka yang
mencintai, tanpa bingkai-bingkai Rabbani, mengabaikan aturan Allah dan
menganggap cinta adalah hak murni dirinya, tak ada yang berhak mengatur.
Cinta yang tidak sesuai fitrah? Adakah? Tentu ada. Mereka
yang memperturutkan nafsu, mencintai orang-orang yang tidak boleh dicintai
sesuai kadar yang semestinya. Semisal, cinta antara dua orang sesama jenis.
Yang seharusnya cukup sebagai teman, tapi dilebihkan, hingga dijadikannya cinta
layaknya kekasih. Atau cinta antara saudara dekat, yang masih bertalian darah
dan jelas larangannya.
Ah, banyak cinta-cinta terlarang di luar sana. Cinta yang
seharusnya indah, tapi dilakukan dengan tambahan nafsu syeitan, sehingga keluar
batas yang suci. Padahal cinta adalah suci, gambaran anugerah sang pencipta
agar manusia bisa meneruskan keturunannya, bisa merajut peradaban dan
memakmurkan alam semesta.
Alhamdulillah, Allah menjaga saya dari cinta semacam ini,
dan semoga menjaga teman-teman juga dari jebakannya yang tampak indah namun
menyesatkan.
Sebentuk cinta yang penuh keraguan sempat hadir, serupa
virus cantik berwarna merah jambu, namun bagai anggur yang memabukkan. Siapa
yang bisa menghalau ketika virus ini hadir, meskipun kita sudah paham bagaimana
cinta yang suci seharusnya kita miliki.
Saya adalah orang yang terbiasa menyimpan cinta dalam hati,
tanpa ada orang lain yang tahu. Ketika ternyata saya menangkap orang yang saya
sukai juga punya perasaan yang sama, rasanya pasti berbunga-bunga. Tentu, di
usia saya yang mulai siap menikah saat itu berharap rasa ini bisa tersampaikan
dalam bentuk yang syar’i. Tapi kembali, takdir Allah yang menjawab.
Orang yang tidak memberi kejelasan, tidak perlu kita tunggu
terlalu lama. Meski terasa menyakitkan, tapi memang itu bukan takdirnya. Takdir
Allah akan datang dalam bentuk yang lebih baik. Lebih indah.
Yang pasti, rasa yang sebenarnya adalah rasa yang ada ketika
kita sudah sama-sama memiliki, sebagai suami istri. Selama dia masih jauh dari
jangkauan, dia bukan milik siapa-siapa, termasuk hatinya. Kita juga bukan milik
siapa-siapa.
Cinta semu ini termasuk yang harus saya abaikan, karena
bukan membuat kita produktif, sebaliknya menciptakan suasana yang
kontraproduktif. Membuai dan melemahkan.
Jadi tahu kan? Bagaimana cinta yang layak diabaikan?
No comments
Please leave your comment so I know you were here. Thank you for reading.