Peristiwa demi peristiwa menghadirkan banyak hikmah. Meski saya
baru menangkapnya bertahun kemudian. Luka juga membuat kita berpikir. Tanpa
luka, kita akan terlena melakukan kesalahan yang berulang-ulang, tanpa sempat ada
ruang untuk melakukan refleksi.
Alhamdulillah Allah memberi saya luka.
Hubungan lelaki dan perempuan yang Allah ridhai bukan tergantung
labelnya, tapi tergantung bagaimana proses itu dilakukan. Apakah berada dalam
koridor syar’i atau sedikit menyerempet batas. Ada yang bahkan menabrak
batas-batas itu.
Meskipun berlabel taaruf tapi apabila didalamnya memberi
ruang untuk syetan menguasai hati dan nafsu, membiarkan keduanya berkhalwat
maupun dibatasi jarak, tetaplah bukan hubungan dalam koridor syar’i.
Itulah yang terjadi antara saya dan ikhwan ini. Saya yang
masih lugu, menyangka, proses taaruf memang sejatinya adalah interaksi tanpa
pertemuan, tanpa bahasa-bahasa mesra dan tanpa pertautan hati. Saya sangka itu
cukup aman.
Akibat amal yang dilakukan tanpa ilmu, akhirnya semua yang
dilakukan salah. Alhamdulillah Allah membuka mata saya. Mengingatkan saya
dengan beragam cara, bahwa proses taaruf yang saya jalankan itu salah. Tidak
boleh lho smsan terus dengan Ikhwan bukan mahrom, walaupun cuma obrolan ringan.
Dengan ataupun tanpa batas ruang, interaksi itu namanya tetap berduaan. Ada
setan sebagai orang ketiganya.
Beberapa bulan kemudian, Allah membuka mata dan hati saya.
Menunjukkan bahwa Ikhwan ini bukan orang yang baik untuk saya. Bahwa saya
berhak bertemu dengan calon imam yang sekufu dengan saya, yang tingkatannya
sama. Bukan, bukan saya merasa terlalu baik untuk dia. Justru sebaliknya, saya
merasa belum cukup baik untuk dia. Belum bisa menyejajari pemahaman dia tentang
berinteraksi.
Buat saya yang masih belajar, saya harus ekstra hati-hati.
Bahwa hubungan yang makin lama makin intens itu tidak baik untuk kesehatan hati
saya. Saya harus bertemu dengan seseorang yang sama-sama sedang belajar.
Sama-sama sedang menata diri, hingga sangat hati-hati dalam menjaga hati.
Siapakah dia? Entahlah, hanya Allah yang tahu.
Beberapa bulan sejak kenalan dengan Ikhwan ini, setelah 2-3
kali bertemu, saya memutuskan hubungan. Saya tidak mau dihubungi atau bertemu
sama sekali. Saya telah salah jalan. Bukan begini taaruf yang ingin saya lalui.
Saya masih harus belajar dulu, banyak mengaji ilmu Al qur’an
dan Hadits. Banyak mendatangi kajian ilmu, agar lebih siap dan teguh pada
keyakinan.
Bye bye taaruf. Ternyata saya belum cukup dewasa untuk menikah.
Saya mau kerja keras dulu menyelesaikan ko-ass aja deh. Totally fokus, sambil
menanti kehadiran seseorang yang sekufu dengan saya dan mau berjuang bersama
mencari cinta Allah.
No comments
Please leave your comment so I know you were here. Thank you for reading.